Sosmed:

Latest Post

Showing posts with label Hikmah. Show all posts
Showing posts with label Hikmah. Show all posts

Sunday 24 January 2016

9 Cara Mengendalikan Amarah Menurut Islam

Cara Mengendalikan Amarah Menurut Islam

http://semua-tentang-agam-islam.blogspot.co.id/
9 Cara Mengendalikan Amarah Menurut Islam

Tentang islam - “Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan segenap mahluk. Setelah itu, Allah menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa yang ia kehendaki.” (HR Ahmad).
Begitu istimewanya imbalan yang diberikan bagi orang yang dapat mengendalikan amarahnya, sampai Allah pun mempersilahkan ia untuk memilih bidadari surga yang ia suka. Lalu, bagaimana caranya mengendalikan amarah?
Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nadadalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah mengungkapkan hendaknya seorang Muslim memperhatikan adab-abad yang berkaitan dengan marah. Berikut adab atau cara mengendalikan marah menurut Islam:


Berikut 9 Cara Mengendalikan Amarah

1. Jangan marah kecuali karena Allah SWT. 
Marah karena Allah merupakan sesuatu yang disukai dan mendapatkan pahala. Seorang Muslim yang marah karena hukum Allah diabaikan merupakan contoh marah karena Allah, misalnya marah ketika menyaksikan perbuatan haram.

2.Berlemah lembut dan tak marah karena urusan dunia.
Sesungguhnya semua kemarahan itu buruk, kecuali karena Allah SWT. Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada mengingatkan, kemarahan kerap berujung pada pertikaian dan perselisihan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar dan dapat pula memutuskan silaturahim.

3. Mengingat keagungan dan kekuasaan Allah ketika marah.
Ketika mengingat kebesaran Allah SWT, maka kemarahan bisa diredam. Bahkan, mungkin tak jadi marah sama sekali. Itulah adab paling bermanfaat yang dapat menolong seseorang untuk berlaku santun dan sabar.

4. Menahan dan meredam amarah jika telah muncul.
Allah SWT menyukai seseorang yang dapat menahan dan meredam amarahnya. Allah SWT berfirman, ” … dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran:134).
5. Berlindung kepada Allah ketika marah. 

Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT) niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil.)Diam. Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan.

6. Hendaklah Diam
Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad). Terkadang orang yang sedang marah mengatakan sesuatu yang dapat merusak agamanya, menyalakan api perselisihan dan menambah kedengkian.

7.Mengubah posisi ketika marah.
Mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk dan perintah Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. 

8. Berbaring jika belum hilang
Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).Berwudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf.

9. Memberi maaf dan bersabar.
Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah. Allah SWT memuji para hamba-Nya “… dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (QS Asy-Syuura:37).
Itulah kesembilan cara yang bisa kita lakukan untuk meredam kemarahan. Terlihat sulit tapi percayalah, jika kita berniat merubah diri kita untuk menjadi lebih baik, beberapa cara meredam kemarahan seperti yang disebutkan diatas patut dicoba. Insya Allah kita dapat termasuk ke dalam golongan seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad, yakni mendapat imbalan indah bertemu dengan bidadari surga dan dimuliakan-Nya.

sumber: google+ belajar islam

Tentang islam

Saturday 23 January 2016

Bertakwalah Dimanapun Kau Berada

Bertakwalah Dimanapun Kau Berada

Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahu’anhu, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda,

اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن

  • Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik‘” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih’)

Bertakwalah Dimanapun Kau Berada


Penjelasan Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah :
Hadits ini adalah hadits yang agung, di dalamnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallammenyebutkan hak-hak Allah dan hak-hak hamba. Hak Allah yang disebutkan adalah bertaqwa kepada-Nya dengan taqwa yang sejati. Yaitu menjaga diri dari murka dan adzab Allah, dengan menjauhi larangan-Nya dan menjalankan perintah-Nya.

Wasiat taqwa ini adalah wasiat dari Allah untuk hamba-Nya dari yang paling awal hingga akhir, ini juga merupakan wasiat para Rasul kepada kaumnya, mereka berkata:

اعبدوا الله واتقوه

“Sembahlah Allah saja dan bertaqwalah kepada-Nya”

Allah Ta’ala membahas masalah taqwa dalam firman-Nya:

  • “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Baqarah: 177)

Bertakwalah Dimanapun Kau Berada

Allah Ta’ala mensifati orang-orang bertaqwa dengan iman yaitu pokok keimanan dan aqidahnya, dengan amal-amal zhahir dan amal-amal batin yang dilakukannya, juga dengan ibadah badan, ibadah maliyah (harta), kesabaran ketika mendapati dan menghadapi musibah. Juga dengan sifat pemaaf kepada orang lain, menghilangkan gangguan, berbuat baik kepada sesama. Juga dengan semangat untuk bertaubat ketika melakukan perbuatan maksiat atau berbuat zhalim kepada diri sendiri. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun memerintahkan dan mewasiatkan untuk konsisten dalam bertaqwa, dimana pun berada, kapan pun dan dalam keadaan apapun. Karena seorang hamba senantiasa sangat-sangat dituntut untuk bertaqwa, tidak ada satu kesempatan pun ia boleh melepaskan taqwa itu.
Lalu ketika seorang hamba tidak menunaikan dengan baik apa-apa yang menjadi hak dan kewajiban taqwa, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk melakukan hal yang dapat membayar dan menghapus kesalahan itu. Yaitu melakukan kebaikan (al hasanah) atas keburukan yang telah ia lakukan.
Al hasanah adalah istilah yang mencakup segala hal yang mendekatkan diri hamba kepada Allah Ta’ala. Al hasanah yang paling utama yang dapat membayar sebuah kesalahan adalahtaubat nasuha, disertai istighfar dan kembali kepada Allah. Dengan berdzikir kepada-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, mengharap rahmat dan karunia-Nya setiap waktu. Dan diantara caranya adalah dengan membayar kafarah baik berupa harta atau amalan badaniyah yang telah ditentukan oleh syariat.
Selain itu, bentuk al hasanah yang dapat menebus kesalahan adalah sikap pemaaf kepada orang lain, berakhlak yang baik kepada sesama manusia, memberi solusi pada masalah mereka, memudahkan urusan-urusan mereka, mencegah bahaya dan kesulitan dari mereka. Allah Ta’ala berfirman:
  • “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk” (QS. Huud: 114)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Shalat yang lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at selanjutnya, dari Ramadhan ke Ramadhan selanjutnya, semua itu menghapus dosa diantara rentang waktu tersebut selama dosa besar dijauhi”
Dan betapa banyak nash yang menyebutkan bentuk-bentuk ketaatan sebagai sebab datangnya ampunan Allah.
Dan yang dapat membuat Allah mengampuni kesalahan-kesalahan adalah musibah. Karena tidaklah seorang mukmin ditimpa musibah berupa bencana, gangguan, kesulitan, meskipun hanya berupa tusukan duri kecuali pasti jadikan hal itu sebagai kafarah atas dosa-dosanya. Musibah dapat berupa luputnya sesuatu yang disukai atau juga berupa mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik berupa pada jasad maupun pada hati, atau juga pada harta, baik yang eksternal maupun internal. Namun musibah itu bukanlah perbuatan hamba, oleh karena itu Nabi memerintahkan hal-hal yang berupa perbuatan hamba, yaitu menebus kejelekan dengan kebaikan.
Kemudian, setelah Nabi menyebutkan haq Allah dalam wasiat taqwa yang mencakup aqidah, amal batin dan amal zhahir, beliau menyebutkan:

وخالق الناس بخلق حسن

“Bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik”

Yang paling pertama dari akhlak yang baik adalah anda tidak mengganggu orang lain dalam bentuk apapun, dan engkau pun terjaga dari gangguan dan kejelekan mereka. Setelah itu anda bermuamalah dengan mereka dengan perkataan dan perbuatan yang baik.
Lalu bentuk akhlak baik yang lebih khusus lagi adalah lemah lembut kepada orang lain, sabar terhadap gangguan mereka, tidak bosan terhadap mereka, memasang wajah yang cerah, tutur kata yang lembut, perkataan yang indah dan enak didengar lawan bicara, memberikan rasa bahagia kepada lawan bicara, yang dapat menghilangkan rasa kesepian dan kekakuan. Dan baik juga bila sesekali bercanda jika memang ada maslahah-nya, namun tidak semestinya terlalu sering melakukannya. Karena candaan dalam obrolan itu bagai garam dalam makanan, kalau kurang atau kelebihan akan jadi tercela. Termasuk akhlak yang baik juga, bermuamalah dengan orang lain sesuai yang layak baginya, dan cocok dengan keadaannya, yaitu apakah ia orang kecil, orang besar, orang pandai, orang bodoh, orang yang paham agama atau orang awam agama.
Maka, orang yang bertaqwa kepada Allah, dan menunaikan apa yang menjadi hak Allah. Lalu berakhlak kepada orang lain yang berbeda-beda tingkatannya itu dengan akhlak yang baik. Maka ia akan mendapatkan semua kebaikan. Karena ia menunaikan hak Allah dan juga hak hamba. Dan karena ia menjadi menjadi orang yang muhsinin dalam beribadah kepada Allah dan muhsinin terhadap hamba Allah.
[Diterjemahkan dari kitab Bahjatul Qulubil Abrar hal 40, Syaikh Abdurrahman As Sa’di]
Penerjemah: Yulian Purnama
sumber:fb islamituindah

Semoga artikel Bertakwalah Dimanapun Kau Berada bisa bermanfaat untuk kita semua
Tentang Islam

Wednesday 20 January 2016

Hati Bergetar dan Menangis Ketika Membaca Al Quran

Pernahkah Hati Bergetar Dan Menangis Ketika Membaca Al Quran?




Allah menyebutkan salah satu ciri seorang yang berimana dalah hatinya peka terhadap Al-Quran. Peka dan bergetar ketika disebut nama Allah. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2).
Dan mata terkadang menagis ketika dibacakan Al-Quran. Berikut kisah panutan kita Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam berlinang air mata ketika dibacakan Al-Quran. Dari Ibnu Mas’udradhiallahu ‘anhu berkata,

قال لي النبيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : ” اقْرَأْ علَّي القُرآنَ ” قلتُ : يا رسُولَ اللَّه ، أَقْرَأُ عَلَيْكَ ، وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ ، قالَ : ” إِني أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي ” فقرَأْتُ عليه سورَةَ النِّساء ، حتى جِئْتُ إلى هذِهِ الآية : { فَكَيْفَ إِذا جِئْنا مِنْ كُلِّ أُمَّة بِشَهيد وِجئْنا بِكَ عَلى هَؤلاءِ شَهِيداً } [ النساء / 40 ] قال ” حَسْبُكَ الآن ” فَالْتَفَتَّ إِليْهِ ، فَإِذَا عِيْناهُ تَذْرِفانِ) .

“Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).

Mata menangis akan tetapi hati berbahagia

Bagaimana tidak bahagia? Sementara air mata mengalir deras, ia bergumam, “akhirnya, akhirnya, akhirnya, mata ini menangis karena Allah? Bagaimana tidak bahagia, ia langsung teringat keutamaan menangis karena Allah. Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa sallambersabda,

لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya” (HR. Tirmidzi no. 1633).

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis)” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).
Dan sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa sallam,

عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله

“Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh Al-Albani dalam Sahih Sunan At-Tirmidzi [1338]).

Demikian semoga bermanfaat.
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Tentang Islam

Tuesday 19 January 2016

Indahnya Pernikahan

Indahnya Pernikahan



        Allah menginginkan pemakmuran alam ini sesuai ketentuan syariat yang telah terukur sampai waktu tertentu. Pemakmuran ini tidak mungkin berjalan kecuali dengan adanya kerjasama, keselarasan dan kebersamaan serta dengan membangun kehidupan secara adil, bijak, dan berdaya guna.


Seorang manusia dijadikan khalifah di muka bumi untuk tugas melakukan perbaikan dan pemakmuran dalam beribadah kepada Allah. Kebahagiaan seseorang terletak pada ketaatannya kepada Allah, dan kebinasaannya disebabkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya kepada Allah. Firman Allah :

"وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْفائِزُونَ" [النور / 52]

"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah, dan bertaqwa kepadaNya maka merekalah orang-orang yang beruntung" Qs An-Nur : 52

Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman:

" وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خالِداً فِيها وَلَهُ عَذابٌ مُهِينٌ"[النساء/ 14]

"Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan rasulNya, dan melebihi batasan-batasanNya maka Allah akan memasukkan dia ke dalam nerakaNya dalam keadaan kekal di dalamNya, dan baginya adzab yang menghinakan" Qs An-Nisa : 14

Dan Allah berfirman:

 " وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْواءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّماواتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ " [المؤمنون/71]

"Dan seandainya kebenaran mengikuiti hawa nafsu mereka niscaya akan rusak langit dan bumi dan apay yang ada di dalamnya" Qs Al-Mukminun : 71


Salah satu langkah penting dalam fase kehidupan manusia adalah pengikatan dirinya dengan seorang istri berdasarkan ketentuan Allah dan rasul-Nya. Dengan pengikatan itu akan terjalin kerjasama antara keduanya, rasa saling menyayangi, keterpaduan jiwa, pertukaran berbagai manfaat dan kepentingan serta terwujudnya kenikmatan naluriah yang konstruktif dan bermartabat, selain untuk menggapai tujuan mulia, mata pencaharian yang berkah dan melahirkan keturunan yang baik.
  
Ikatan suami istri merupakan sarana pengasuhan generasi, tempat pendidikan awal bagi anak untuk mengarahkan para pemuda ke arah kebaikan, perbaikan, dan pemakmuran.

Ayah dan ibu memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anak. Mereka merupakan batu pertama bagi masyarakat ideal manakala keduanya shalih, dan menjadi tumpuan cinta kasih, rasa santun, belas kasihan, pengasuhan dan berbaik kepada anak-anak yang sedang tumbuh.

Juga merupakan awal pertalian kekerabatan yang membentuk sikap saling tolong menolong, saling menyayangi, saling membantu, saling bersilaturahmi, saling mencintai dalam membentengi diri dari ancaman bencana.

Pernikahan merupakan sistem kehidupan yang telah berjalan, manfaatnya tidak terbatas, berkahnya tidak akan habis, bahkan sistem ini akan tetap berjalan terus-menerus yang tidak akan terputus kebaikannya.

Pernikahan adalah sunnah (tradisi) para nabi dan rasul. Allah-subhanahu wa ta’ala-  berfirman :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنا رُسُلاً مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنا لَهُمْ أَزْواجاً وَذُرِّيَّةً [ الرعد / 38 ]

"Dan sungguh Kami telah mengutus para rasul sebelummu  dan Kami telah menjadikan bagi mereka istri-istri dan keturunan"

Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman tentang ciri khas orang-orang yang berfirman:

" وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً " [ الفرقان/74]

"Dan mereka adalah orang-orang yang mengatakan: Wahai Rabb kami berilah untuk kami diantara istri-istri dan anak keturunan kami penyejuk mata dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa" Qs Al-Furqan : 74

Allah -subhanahu wa ta’ala- perintahkan manusia untuk berumah tangga. FirmanNya :

" وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ" [ النور / 32]

 “Dan kawinkanlah para bujangan di antara kalian, dan mereka yang sudah layak kawin di antara budak-budak lelaki kalian dan budak-budak perempuan kalian. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya”. Qs An-Nur : 32

Abdullah bin Mas'ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah –shallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

"يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ" ( رواه البخاري ومسلم )

"Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya itu lebih menjaga pandangan kalian, dan lebih menjaga kemaluan kalian, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa adalah perisai/ penjaga baginya" (HR. Al Bukhari dan Muslim) 

Yang dimaksud dengan kemampuan disini adalah kemampuan membayar mahar, nafkah, dan tempat tinggal. Maka barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa ketika timbul keinginan menikah, karena di dalam puasa terdapat pahala selain untuk menurunkan intensitas syahwat hingga Allah memudahkan menikah baginya.

Anas – radhiyallah ‘anhu – meriwayatkan :

أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَمَلِهِ فِي السِّرِّ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا آكُلُ اللَّحْمَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ، فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ. فَقَالَ: «مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا؟ لَكِنِّي أُصَلِّي وَأَنَامُ، وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي [ رواه البخاري ومسلم ]

“Sekelompok orang bertanya kepada istri-istri Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam - tentang amalan rahasia beliau, maka sebagian mereka berkata: Aku tidak akan menikah dengan menikah; dan yang lain berkata: Aku tidak makan daging; dan yang lain berkata: Aku tidak akan tidur di atas kasur. Rupanya kabar ini sampai kepada Nabi- shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka setelah memuji Allah, beliau lalu berkata: "Mengapa sebagian orang berkata begini dan begitu, sungguh aku shalat dan aku tidur, aku puasa dan aku berbuka, aku pun menikah dengan wanita. Maka barangsiapa yang benci terhadap sunnahku bukanlah termasuk golonganku" (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Maka Islam mewajibkan menikah bagi orang yang punya kemampuan sebagaimana sabda Nabi  bersabda:

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak melahirkan, karena aku akan membanggakan kalian di hadapan para nabi pada hari kiamat" (HR. Ahmad, dan dishahihkan Ibnu Hibban dari hadits Anas – radhiyallahu ‘anhu -.

Pernikahan adalah kesucian dan kehormatan bagi suami istri, kebaikan bagi masyarakat, dan benteng pertahanan dari penyimpangan. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman :

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [ البقرة / 232 ]

"Dan apabila kalian menceraikan para wanita kemudian sampai iddah mereka maka janganlah kalian menghalangi wanita-wanita tersebut untuk menikah dengan suami-suaminya, apabila mereka saling ridha diantara mereka dengan baik, demikianlah dinasehati siapa diantara kalian yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian lebih suci bagi kalian dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui" Qs Al-Baqarah : 232

Pernikahan dapat melindungi masyarakat dari tersebarnya zina, dan praktik mesum kaum Luth. Suatu perzinaan manakala telah merajalela di sebuah wilayah, Allah akan timpakan kemiskinan, dan kehinaan kepada wilayah itu yang diikuti kemunculan berbagai penyakit dan wabah yang sebelumnya tidak pernah dialami oleh nenek moyang mereka di samping kehinaan dan hukuman akhirat bagi para pezina. Allah berfirman :

وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا ، يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا [ الفرقان/68-69]

"Dan mereka tidak beribadah bersama Allah tuhan yang lain, dan mereka tidak membunuh jiwa yang telah Allah haramkan kecuali dengan haq, dan mereka tidak berzina. Dan barangsiapa yang melakukan demikian maka dia telah dan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina”.

Seseorang tidak akan berani melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks) kecuali memang telah mati hatinya, tersungkur fitrahnya, busuk jiwanya dan anjlok moralnya, maka terhukumlah dia di dunia dan akhirat dengan sekeras-keras hukuman.

Kita sadar akan bencana yang menimpa kaum Luth yang belum pernah terjadi pada suatu bangsa. Mereka dihujani sijil (bebatuan yang panas membara ), kota tempat mereka tinggal diangkat oleh Jibril –alaihis-salam- ke atas, lalu dijatuhkan menimpa mereka, bagian atas kota menjadi bagian bawah, lalu Allah – subhanahu wa ta’ala – menghujani mereka dengan bebatuan, di samping mereka akan kekal dalam siksa neraka. Begitu dahsyatnya tindak kejahatan mereka, sampai Rasulullah – sallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda :

" لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ ثَلَاثا "

“Allah mengutuk hingga tiga kali terhadap siapapun orang yang melakukan perbuatan kaum Luth”.

Maka pernikahan merupakan pengaman dari perbuatan zina dan homoseksual, sebagai wahana penyuci hati dan pembersih jiwa serta sarana melahirkan keturunan secara estafet di atas bumi untuk beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- dan membangun peradaban.

Disyariatkan seorang lelaki memilih calon istrinya dari sisi akhlaknya, kualitas agamanya dan garis keturunannya. Sabda Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam- :

"تُنْكَحُ المَرْأَةُ [ص:8] لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ "( رواه البخاري ومسلم )

“Seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan; hartanya, garis keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka pilihlah wanita yang kuat agamanya niscaya Anda beruntung” HR Bukhari dan Muslim dari hadis Abi Hurairah – radhiyallahu ‘anhu -.

Demikian pula wanita hendaklah memilih calon suami yang memiliki agama kuat dan akhlak mulia.

Disebutkan dalam sebuah hadis, seorang lelaki bertanya kepada Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya berkata : Ya Rasulallah, kepada siapakah aku menikahkan putriku? Beliau menjawab, “Nikahkan dengan lelaki yang bertakwa, karena jika lelaki itu mencintainya maka dia memuliakannya, namun jika membincinya, dia tidak akan menzaliminya”.

Seorang wanita gadis tidak boleh dipaksa untuk menerima lamaran seorang lelaki yang tidak disukainya, tetapi harus benar-benar atas kerelaan hatinya. Sabda Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam-

" لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلاَ تُنْكَحُ البِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ " ( رواه البخاري ومسلم )

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia dimintai pendapatnya, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan hingga diminta izinnya.” Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah izinnya seorang gadis?” “Izinnya adalah diamnya gadis itu”. HR Bukhari dan Muslim dari hadis Abi Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-.

Jika ada seorang lelaki yang telah cocok datang meminang, sedangkan anak gadis itu sudah layak dinikahkan, maka wali nikahnya janganlah menunda waktu untuk menikahkannya, karena putrinya itu merupakan amanat yang dititipkan kepadanya dan kelak hari kiamat dia akan mempertanggung-jawabkannya. Maka janganlah menolak seorang lelaki yang meminang dengan dalih melanjutkan sekolah. Sebab yang berkepentingan adalah sang putri dan suaminya, termasuk urusan sekolahnya menjadi tanggungan suaminya jika mereka menginginkannya.

Tidak boleh seorang wali nikah menolak setiap lelaki yang meminang putrinya dengan maksud supaya tetap bisa  menikmati gajinya, karena akan membuat putrinya itu kehilangan kesempatan dan terhalang dari peran melahirkan keturunan akibat keserakahan dan eksploitasi tersebut. Itu merupakan tindak kriminal terhadap wanita. Bisa jadi wanita itu mendoakan buruk atas walinya yang membuatnya tidak berbahagia dan harta kekayaannya tidak membawa manfaat bagi dirinya dalam kuburnya.

Bagi lelaki yang meminang dan wanita yang dipinang diperintahkan untuk shalat istikharah dan berdoa sesudahnya dengan doa yang dituntunkan. Dianjurkan pula untuk menyederhanakan maskawin dengan kadar yang cukup memberi manfaat bagi istri dan tidak membebani suami. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam- :

" خَيْرُ الصَّدَاقِ أيْسَرُه " رواه أبو داود والحاكم

“Sebaik-baik maskawin adalah yang paling meringankan”. HR Abu Dawud dan Hakim dari hadis Uqbah Bin Amir.

Ibnu Abbas - radhiyallahu ‘anhu - berkata : “Ketika Ali - radhiyallahu ‘anhu – menikah dengan Fatimah - radhiyallahu ‘anha – Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata kepadanya, “Berikanlah kepadanya[ Fatimah] sesuatu”, jawab Ali, “Aku tidak mempunya suatu apapun”, Beliau berkata, “Lalu di manakah baju besi Khatmiyah milikmu ?” HR Abu Dawud, An-Nasai dan dinilai shahih oleh Alhakim.

Baju besi yang dimaksud sangatlah murah  harganya yang hanya bernilai beberapa dirham saja, padahal sayidah Fatimah -radhiyallahu ‘anha- adalah wanita superior di antara wanita dunia.

Cukup banyak dan tak terhitung kisah tentang para salafus-shalih terkait dengan penyederhanaan pernikahan. Sekiranya pernikahan itu telah berlangsung dengan baik, niscaya Allah -subhanahu wa ta’ala- mendatangkan keberkahan yang banyak bagi suami istri.

Disebutkan dalam sebuah hadis :

" مَنْ تَزَوَّجَ فَقدْ مَلَكَ نِصْفَ دِيْنهِ فَلْيَتّقِ اللهِ فِى النِّصْفِ البَاقِى "

“Barangsiapa yang menikah, maka dia telah memiliki setengah dari agamanya, untuk itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang tersisa.

Masing-masing suami istri berkewajiban menjaga ikatan kehidupan rumah tangga agar tidak rusak, sebab itu merupakan ikatan perjanjian yang sangat berbobot dan kokoh. Maka seorang suami harus melaksanakan hak-hak istri dengan menyediakan tempat tinggal yang layak baginya, memberikan nafkah kepadanya dan tidak membiarkannya menafkahi dirinya dari harta miliknya sendiri meskipun istrinya itu berharta atau seorang pegawai, kecuali bila dia memilih yang demikian. Jika istri membantu suaminya, maka dia mendapat pahala dari amal baiknya itu.

Sang suami hendaknya memenuhi hak-hak istrinya secara sempurna, memperlakukannya dengan baik dan tidak bersikap buruk terhadapnya, baik dalam tutur kata maupun  perbuatan. Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

" خَيْرُكُمْ خَيْركُمْ لِأهْلِهِ وَأنَا خَيْركُمْ لِأهْلِى "

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian kepada istriku”. 

        Seorang istri berkewajiban menunaikan hak-hak suaminya, bersikap baik kepadanya, menuruti perintahnya dalam koridor kebaikan, tidak mengganggunya serta berlaku baik terhadap anak-anaknya, kedua orang tuanya, dan kaum kerabatnya serta menjaga hartanya di kala sang suami sedang tidak di rumah.

Diriwayatkan dari Abdullah Bin Amar -radhiyallahu ‘anhu- Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا، وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ . هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ

“ Allah -subhanahu wa ta’ala- tidak sudi melihat wanita yang tidak pandai berterima kasih kepada suaminya, padahal dirinya tidak bisa mandiri dari padanya”. HR Al-Hakim, dikatakannya sebagai hadis yang berisnad shahih.

        Suami istri harus melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap urusan mereka di awal munculnya perselisihan agar tidak sampai memuncak yang kemudian berujung pada perceraian, saat itulah setan merasa sangat senang karena melihat rumah tangga mereka pecah dan anak-anak berantakan dan menyimpang.

Masing-masing suami istri seharusnya bersabar satu sama lain. Tidak ada penanganan urusan dengan kesabaran melainkan membawa dampak yang positif.

Allah-subhanahu wa ta’ala- berfirman :

وَعاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً [ النساء/19 ]

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” Qs An-Nisa : 19

Diriwayatkan dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

" لَا يَفْرَكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا، رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ "

“Seorang suami mukmin tidak boleh membenci istri mukminah, sebab apabila dia membenci satu akhlak dari istrinya tersebut maka dia pasti ridha dengan akhlaknya yang lain” HR. Muslim

        Barangsiapa yang merasa kesulitan menikah pada awal mulanya, maka hendaklah tetap menjaga diri dan bersabar serta mengendalikan nafsu dari kebiasaan tersembunyi ( masturbasi ) dan efek negatifnya, dari perzinaan dan penyimpangan seksual lainnya hingga Allah -subhanahu wa ta’ala – membukakan jalan baginya untuk menikah. Firman Allah :

" وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ " [ النور / 33 ]

“ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya” Qs An-Nur : 33

        Dalam penyelenggaraan resepsi pernikahanpun hendaklah dilakukan secara sederhana dan tidak menghambur-hamburkan biaya. Firman Allah 

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيراً ، إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كانُوا إِخْوانَ الشَّياطِينِ وَكانَ الشَّيْطانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً [ الإسراء / 26-27 ]

“Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” Qs Al-Isra : 26 – 27

Jika makanan walimah ( resepsi pernikahan ) itu masih tersisa, janganlah dibuang sia-sia tetapi hendaklah diberikan kepada orang yang membutuhkannya untuk dimakan. Firman Allah :

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْواجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّباتِ أَفَبِالْباطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ [ النحل / 72 ]

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik” Qs An-Nahl : 72

Khotbah Jumat Masjid Nabawi 29/2/1437 H
Al Khathib: Syekh Ali bin Abdurrahman Al Hudzaifi

Semua tentang agama islam

Monday 18 January 2016

Sebaik-Baiknya Petunjuk

semua tentang agama islam

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :

وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ

“Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad” (HR Muslim, An-Nasaie, Ibnu Majah dan Ahmad)
Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan khutbah/tazkirah,  beliau sering membaca khutbatul hajjah yang terkandung lafaz hadits di atas. Beliau senantiasa mengulangi perkataan tersebut (Sebaik-baik petunjuk adalah petunjukku). Jika difikirkan secara waras oleh aqal yang sihat, sesuatu peringatan yang sering diulang berkali-kali pastinya ia merupakan perkara yang mustahak/penting dan perlu diingatkan selalu. Ya, begitulah halnya, bahawasanya peringatan Nabi bahawa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk beliau adalah perkara yang paling penting.
Apa itu petunjuk Nabi?
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata tentang makna sebaik-baik petunjuk (ahsanal huda), “Pertama peribadi dan jalan. Dan yang kedua bermakna lawan kepada kesesatan. (Fathul Bari 20/330 –Syamilah-).
Petunjuk (huda) adalah apa yang ditunjukkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merangkumi keyakinan, perbuatan, larangan, dan ucapan semuanya menuju kepada jalan yang ditempu oleh beliau. Boleh juga kita ditafsirkan sebagai Sunnah. Sunnah adalah segala keyakinan, perbuatan, ikrar dan perintah Nabi. Jadi jika dikaitkan dengan hadits di atas, maka sebaik-baik petunjuk (sunnah, perbuatan, perintah) adalah petunjuk (sunnah, perbuatan, perintah -yang wajib diikuti-) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mengapa begitu penting mengikut petunjuk Nabi?

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Firman Allah : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab 33:21)
Orang-orang yang beriman adalah orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini, Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada kepada Nabi kita agar memberitakan kepada umat islam supaya mereka mengikuti (ittiba’) Nabi jika mereka benar-benar mencintai Allah.
Firman Allah :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali-Imran 3:31)
Dan orang-orang yang menyelisihi Nabi dalam hal ketaatan, maka mereka terancam oleh azab. Allah Ta’ala berfiman :

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cubaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. an-Nur 24:63)
Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsir-nya :

عن أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم، سبيله هو وشريعته، فتوزن الأقوال والأعمال بأقواله وأعماله، فما وافق ذلك قُبِل، وما خالفه فهو مَرْدُود على قائله وفاعله، كائنا ما كان، كما ثبت في الصحيحين وغيرهما، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: “من عمل عَمَلا ليس عليه أمرنا فهو رَدّ” فليحذر وليخْشَ من خالف شريعة الرسول باطنًا أو ظاهرًا { أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ } أي: في قلوبهم، من كفر أو نفاق أو بدعة، { أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ } أي: في الدنيا، بقتل، أو حَد، أو حبس، أو نحو ذلك

“Yaitu, dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, berupa jalan, minhaj, thoriqoh, sunnah dan syariat beliau. Semua ucapan dan amal ditimbang dengan ucapan dan amalan beliau, apabila selaras dengannya maka diterima dan apabila menyelisihinya maka ditolak siapapun dia. Sebagaimana telah tetap di dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim) dan selainnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bahwa beliau bersabda “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak” yaitu, hendaklah orang yang menyelisihi syariat Rasul secara zhahir dan batin “berhati-hati dan takut akan ditimpa fitnah/cubaan” yaitu fitnah di dalam hatinya berupa kekufuran, kemunaf ikan dan kebid’ahan atau ditimpa azab yang pedih, yaitu di dunia ia dibunuh atau ditahan atau dipenjara atau selainnya. (Tafsir al-Quranil Azhim 6/90 –Syamilah-)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ


Firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu Berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari“. (Surat Al Hujurat ayat 2)

فحذر المؤمنين من حبوط أعمالهم بالجهر لرسول الله صلى الله عليه و سلم كما يجهر بعضهم لبعض وليس هذا بردة بل معصية تحبط العمل وصاحبها لا يشعر بها فما الظن بمن قم على قول الرسول صلى الله عليه و سلم وهدية وطريقه قول غيره وهديه وطريقه


Ibnul Qayyim berkata ketika mengomentari ayat ini : “Dan beliau memperingatkan orang-orang yang beriman dari terhapusnya perbuatan mereka disebabkan mengeraskan suara di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana sebagian dari mereka mengeraskan suara dihadapan yang lainnya”.
Katanya lagi : Dan ini bukanlah perbuatan yang membawa kepada kemurtadan tetapi ia adalah maksiat yang dapat menghapus amal ibadah, dan si pelakunya tidak menyadari akan hal tersebut, lalu apakah nasib orang yang lebih mengutamakan perkataan, petunjuk dan jalan orang lain (melebihi) daripada perkataan, petunjuk serta jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam? Bukankah dia telah menghapuskan ganjaran amalannya dan ia tidak menyadarinya? (Al Wabilush Shayyib ms. 24)
Ganjaran kepada yang mengikut petunjuk Nabi

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ


Firman Allah : Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”(QS. An-Nur 24:54)
Allah Ta’ala menyatakan jika kita taat kepada Rasulullah, maka kita akan mendapatkan petunjuk sebagaimana firman-Nya Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.
Ini kerana apa yang diseru oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sirathal mustaqim (jalan yang lurus), jadi mengikutinya pasti akan berjalan di atas jalan yang lurus dengan cara mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya. (Tafsir al-Quranil Azhim dan Tafsir Jami’ul Bayan)
Peringatan dari Nabi
Di dalam hadis Hudzaifah al-Yamani radiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan akan muncul suatu zaman di mana ada kaum yang mengikuti sunnah selain dari sunnah Nabi dan mengambil petunjuk selain dari petunjuknya. Inilah zaman yang di dalamnya terdapat kabut/asap atau dakhan.
Hudzaifah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah setelah keburukan itu ada kebaikan?, Nabi menjawab; “Ya, namun di dalamnya ada asap (dakhan)”. Kemudian hudzaifah bertanya lagi, “Apakah asap itu Ya Rasulullah?”.

قَالَ قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ

Jawab Nabi; “Adanya suatu kaum yang mengikuti sunnah selain sunnahku dan mengambil petunjuk selain dari petunjukkku. Kamu dapat mengetahui mereka dan kamu akan mengingkarinya (HR Bukhari no. 6557 dan Muslim no. 3434)
Adakah peringatan Nabi ini adalah sekadar kata-kata kosong yang tidak mempunyai makna? Jawabnya tidak, telah kami kemukakan dalil-dalil di atas bahawa pentingnya kita untuk mengikuti petunjuk dan sunnah Nabi. Dan Nabi sendiri telah memberitakan bahawa jika Hudzaifah ada pada zaman tersebut (zaman yang penuh dengan asap), pasti dia akan mengingkarinya. Kerana selain daripada petunjuk dan sunnah Nabi adalah selain jalan keselamatan dan terpesong dari jalan yang lurus.
Hal ini diisyaratkan di dalam hadits yang lain, Nabi memberitakan akan tiba zaman yang penuh tipu daya di mana zaman ini dipelopori oleh kaum-kaum yang sesat dan bodoh. Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَاالرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ


Akan datang zaman-zaman yang penuh tipu daya di mana seorang pendusta akan dianggap benar dan orang yang jujur dianggap pendusta, seorang khianat dianggap amanah dan orang yang amanah dianggap pengkhianat. Dan akan berbicara pada masa itu para ruwaibidhah. Para sahabat bertanya : apa ituRuwaibidhah?” Beliau menjawab; “Orang yang bodoh (tidak mempunyai ilmu) yang berbicara mengenai urusan umat.” (Hadis  riwayat Ibnu Majah 12/44 & al-Hakim 4/465. Dinilai Hasan oleh Syaikh al-Albani)
Orang-orang seperti inilah yang mengubah petunjuk dan sunnah nabi. Mereka berkata bahawa mereka menyeru kepada sunnah dan petunjuk nabi, akan tetapi perbuatan mereka menyelisihi sunnah dan pegangan yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kerana mereka inginkan kebenaran itu menjadi batil. (Fathul Bari) Hadits ini juga menjelaskan sifat-sifat dajjalun al-kadzdzab yang mana berbicara dengan hawa nafsu bukan dengan ilmu.
Jalan penyelesaian untuk mengetahui kelompok-
Setelah kita melihat perselisihan dalam memahami petunjuk dan sunnah nabi sebagaimana di dalam hadits tentang ruwaibidhah, maka janganlah kita berputus asa dan bimbang untuk mencari kebenaran. Kerana perkara ini telah dikhabarkan oleh Nabi tentang kemunculan zaman tersebut dan juga nabi telah memberikan jalan penyelesaian.

مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ


Sabda Nabi : “Maka sesungguhnya, siapa saja diantara kalian yang masih hidup (sepeninggalku nanti), maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan (di dalam agama), kerana setiap perkara yang diada-adakan (di dalam agama) itu adalah sesat. Barangsiapa di antara kamu yang mengetahui perkara ini, hendaklah kamu berpegang dengan sunnahku dan sunnah al-Khulafaur rasyidin al-Mahdiyyin, genggamlah sunnah tersebut dengan erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2676) dan Ibnu Majah (43-44). At-Tirmidzi mengatakan : “hadits hasan shahih”)
Semuanya berpangkal pada sunnah nabi dan para sahabat. Jika sesuatu amalan itu tidak pernah dicontohkan oleh nabi dan para sahabat, maka janganlah kita melakukannya. Kerana kita boleh terjerumus pada orang peringatan Nabi kaum yang mengikuti sunnah selain sunnahku.
Allahu a’lam
Maraji’
1)      Shahih Bukhari (Syamilah)
2)      Shahih Muslim (Syamilah)
3)      Musnad Imam Ahmad (Syamilah)
4)      Sunan Ibnu Majah (Syamilah)
5)      Fathul Bari (Syamilah)
6)      Tafsir al-Quranil Azhim  (Syamilah)
7)      Tafsir Jami’ul Bayan (Syamilah)
8)      Silsilah Shahihah (Syamilah)
9)      Tuhfatul Ahwadzi (Syamilah)
10)   Al Wabilush Shayyib (Syamilah)
11)   Syarah al-Bukhari li Ibnu Baththal (Syamilah)